Pages

Diberdayakan oleh Blogger.
Brown Bow Tie
RSS

Beginikah Akhirnya?

Rasanya sudah lama sekali aku tidak menulis tulisan santai seperti sekarang. Sudah lama. Sangat lama. Logikaku berkata itu wajar, dari mungkin sekitar setahun yang lalu hingga saat ini, aku mungkin disibukkan berbagai hal baru yang sebelumnya belum pernah kualami. Mulai dari menjalani kehidupan sebagai mahasiswa pertengahan yang jauh dari orang tua dan selalu mencoba menyibukkan diri dengan kegiatan organisasi ataupun kegiatan sosial lain yang aku sukai hingga mencoba mencari teman yang menyenangkan untuk berbagi selama aku menempuh ilmu di tanah rantau. Ya teman, orang yang berusaha kita percaya, tanpa syarat, hanya percaya.
Selama setahun ini, mungkin aku telah banyak belajar-atau-bahkan-berubah, entahlah. Faktor terbesar yang aku rasa paling berpengaruh terhadap perubahanku adalah lingkunganku, kewajiban dan hak ku, dan kamu. Selanjutnya, jika kau mencoba bertanya sebegitu pentingkah dirimu? Jawabannya pasti iya, tentu saja. Bagaimana tidak kau bisa menjadi penting, terlalu banyak kebahagiaan baru yang kau perkenalkan dalam hidupku. Terlalu banyak hingga aku tak tau bagaimana melupakan semuanya. Bahkan untuk mengikhlaskan kau mungkin sekarang waktunya hanya menjadi bagian dari masa laluku saja rasanya aku begitu sulit. Tidak semudah dirimu yang menganggap semua ini selesai secepat saat kau pergi dan membiarkanku mengumpulkan asa sendirian untuk berdiri kembali-seperti sebelumnya-tanpa dirimu. 
Sayangnya bukan hanya kebahagiaan yang kau perkenalkan kepadaku. Berbagai rasa sakit pun kau paksa aku untuk merasanya. Rasa sakit yang hampir tak pernah kau rasakan tapi terus aku rasakan. Adilkah ini? Entahlah. Mungkin ini hukumaku atas kelancanganku berani melangkah lebih jauh mengenalmu. Menuruti rasa penasaranku untuk dekat denganmu. Dan mencoba bertahan terus di sampingmu. Itu semua kesalahan. Kesalahan yang aku akan selalu ingat. Namun, tidak bisakah keslahan itu dimaafkan? Setidaknya dengan sedikit membuatku terbebas dari rasa sakit. rasa sakit karena kehilanganmu sebagai orang yang berharga dalam hidupku, bahkan aku juga harus kehilanganmu sebagai temanku berbagi. 
Semuanya begitu sulit dipahami hingga aku ingin mencoba menyerah. Membiarkan semuanya mengalir begitu saja. Tidak lagi memikirkan apa yang sebenarnya kuinginkan, yang terpenting adalah aku segera menyeleseikan semuanya yang berhubungan denganmu. Namun, haruskah cara itu yang aku pilih? Tidak adakah cara lain agar kita bisa tetap menjadi teman berbagi seperti sebelumnya dan seperti seharusnya yang selalu kau mau. 
Kau pernah berkata bahwa kau tak ingin lagi mengurusi perasaanku. Sakit rasanya saat mendengar kalimat seperti itu, seakan semua yang telah terjadi selama ini seluruhnya adalah salahku, dan semua perasaanku tak pantas lagi untuk dihargai. Dan sayangnya terlalu banyak kalimat-kalimatmu yang mungkin tanpa kau sengaja selalu membuat mataku kembali sembam. Lagi dan lagi.
Katamu mungkin aku cengeng. Ya terserah kau ingin menganggapmu seperti apa. Sampai saat ini aku hanya ingin bisa berdamai denganmu dan masa lalu kita, bagaimanapun akhirnya nanti, aku tidak ingin terus menerus merasa sakit di saat kau bahkan mungkin sudah lupa kalau ada aku, ada perasaanku. 
Saat ini, aku hanya takut. Bagaimana jika setelah ini hatiku terlalu takut untuk kembali merasakan kebahagiaan karena aku tau di akhirnya pasti ada tangisan lagi. Bagaimana jika aku terlalu lelah untuk memulai cerita dengan orang lain seperti cerita yang kumulai denganmu dan tak pernah kita selesaikan. Bagaimana jika...hmm, kuharap hatiku tidak sekeras itu. Kuharap semuanya segera membaik dan kuharap kita bisa kembali menjalani hidup kita seperti sebelumnya, setidaknya agar aku tak harus kehilangan teman sebaik dirimu. 

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Bersyukur dan Bersabar

Ada dua hal yang seharusnya selalu kita ingat dalam hidup ini, yaitu bersyukur dan bersabar. Bersyukur saat memperoleh nikmat. Bersabar saat menurut kita, musibah sedang menyapa kita. Tidak ada apapun yang lebih baik yang dapat kita lakukan selain kedua hal tersebut, karena sesungguhnya Allah lah yang Maha Mengetahui apa yang terbaik untuk hamba-Nya. 

Mungkin aku juga harus belajar lebih baik dalam menerapkan ilmu bersyukur dan bersabar. Akhir - akhir ini, nampaknya sedang ada banyak kuis dadakan untuk dua pelajaran di atas. Di mulai dari pelajaran bersabar untuk mengikhlaskan apa yang bukan menjadi hakku hingga bersyukur bahwa sampai saat ini, Allah masih memberi kekuatan pada hatiku untuk insyaAllah khusnudzon atas semua yang aku alami. 

Senin, 7 Maret 2016. Allah mengajarkanku bagaimana bersabar untuk mengikhlaskan apa yang kusukai untuk memenuhi kewajibanku sebagai hamba-Nya. Hari itu aku ditunjukkan betapa batas antara hitam dan putih itu begitu jelas, jadi tak seharusnya aku membuat semuanya seolah kabur dan abu-abu. Hari itu aku mengetahui bahwa apapun masalah kita Al-Qur'an dan Sunatullah sudah menyediakan jawabannya, hanya seringkali kita yang tidak tahu atau tidak mau tahu. Hari itu juga aku belajar bahwa kebahagiaan sebenarnya bukan sesuatu yang sulit dicari karena bahagia atau sedih adalah kehendak hati dan hati manusia begitu mudahnya terbolak balik sehingga hanya kepada Sang Pemilik Hatilah seharusnya kita memohon perlindungan dan kekuatan. Meski kurasa tak mudah untuk menjadi ikhlas, tetapi saat niat kita untuk Allah, insyaAllah selalu ada jalan untuk memudahkan langkah kita. 

Hari-hariku selanjutnya berjalan sedikit berbeda dari sebelumnya. Ada beberapa hal yang berubah dalam hidupku. Walaupun beberapa kali aku merindukan "kebiasaan" lama itu, namun selalu ada alasan yang menyadarkanku kembali bahwa sudah saatnya aku meninggalkan semua hal yang tak memiliki dasar pembenaran seperti itu. Meski awalnya terasa berat, tetapi saat kita memaksa diri kita untuk beradaptasi dengan hal yang berat tersebut, kita tahu bahwa sebenarnya diri manusia memiliki kemampuan beradaptasi yang luar biasa. Rasa sakit itu memang selalu ada, begitupun dengan obatnya. Seringkali yang menjadi persoalan adalah kita belum tahu obat apa yang paling tepat dan cepat dalam menyembuhkan penyakit kita. 

Kuncinya, semua terletak pada niat kita dan seberapa besar keinginan kita untuk menjaga niat tersebut agar tetap berada pada koridor yang seharusnya. Saat kita telah berusaha menjaganya dan ternyata datang ujian lain yang menarik kita untuk keluar dari koridor niat yang telah kita jaga, maka kembalikan semuanya kepada Allah dan secara nyata kita akan menemukan betapa Allah akan membantu kita menutup semua celah-celah lubang yang dapat menggoyahkan niat awal kita. Niat yang memang kita susun hanya karena Allah. 

Maka, nikmat Tuhanmu yang mana lagi yang kamu dustakan....

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Kenapa Seseorang Lebih Sering Tersakiti oleh Orang yang Mereka Sayang???

Lucu. Sangat lucu. Saat aku menyadari bahwa dibanding orang yang tidak kusukai, aku lebih sering menangis karena orang yang kusukai. Hidup memang lucu. Saat kau bertemu seseorang yang bisa membuat tertawa beberapa saat lalu menangis setelah itu lalu tertawa lagi dan kemudian menangis lagi. Sebegitu mudahkan membolak balik hati seseorang. Sulit dimengerti. 

Hidup memang tentang segala sesuatu yang terdiri dari dua sisi. Ada siang dan malam. Ada tangis dan tawa. Begitupun sedih dan bahagia. Namun, tidakkah terasa lelah jika harus bersedih untuk hal-hal yang sebenarnya tidak terlalu penting untuk kita. Logika kita akan berkata betapa bodohnya kita, meski perasaan kita tak mampu berbohong kalau hal tersebut memang menyakitkan. 

Setiap orang pasti memiliki seseorang yang berharga baginya, entah itu keluarga, teman, sahabat, kekasih atau siapapun mereka. Mungkin di saat tertentu orang - orang itulah yang membuat kita bisa tertawa lepas, melempar senyum di awal hari yang cerah hingga kita kembali terlelap dalam malam, namun pernahkah kita berpikir bahwa ternyata orang-orang yang kita sayang juga lah yang lebih sering membuat kita meneteskan air mata. Membuat kita sakit, menahan rasa sakit itu, menangis, dan akhirnya menyerah dan memaafkannya. Mungkin di sela-sela itu ada saat kita ingin marah dan memaki, namun saat melihat orang yang kita sayang, makian itu berubah menjadi toleransi dan tanpa sadar kita kembali memaafkan apa yang telah mereka perbuat. Lagi dan lagi. 

Aku juga tak mengerti, mengapa hal itu juga terjadi kepadaku. Rasa sakit itu nyata dan berulang. Menyesakkan dan sama sekali tak nyaman. Selalu ada rasa marah yang ingin tertumpah. Namun, semuanya selalu berakhir dengan  hal yang sama, tangisan, toleransi, dan maaf. Melelahkan mendengarkan kau terus berkata maaf dan maaf, karena semua maafmu tidak akan menghapus rasa sakit yang lagi lagi kau berikan. Semua rasa sakit ini akan berakhir dengan hal yang sama setiap waktunya, yakni toleransiku terhadap semuanya, marahku yang terkalahkan oleh rasa sayangku, dan ketidak tegaanku yang memaksaku untuk sekali lagi memaafkanmu.

Apakah harus selalu seperti ini? Aku tak mengerti apa jawabannya. Aku hanya tahu, apapun yang kau lakukan, kau lah pemenangnya. Saat kau membuatku tertawa, kau lah pemenangnya, karena aku akan mengusahakan yang terbaik untuk kau yang selalu membuatku bahagia. Dan saat kau membuatku menangis, sebenarnya lagi-lagi kau lah yang menang karena semuanya akan berakhir sama, semua akan berakhir dengan toleransi dan maaf.

Mungkin ini konsekuensi dari menyayangi seseorang, yakni selalu pada posisi yang kalah. Aku tidak akan menjadi pemenang karena aku menyayangimu. Dan bagaimanapun sikapmu, kau sudah menang. Kau akan selalu menang. 

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS